Perkembangan
kasus obat palsu di Indonesia dari tahun ke tahun tidak menunjukkan kenaikan
atau penurunan yang signifikan dari segi kuantitas. Namun, jika dilihat dari
penyebarannya menunjukkan adanya peningkatan. Dalam kurun waktu 1999-2006 Badan
Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menemukan 89 merk obat yang dipalsukan beredar
di pasaran diantaranya antibiotic supertetra, obat sakit gigi ponstan, dan antibiotic
amoxan. Data Badan POM menunjukkan pada tahun 2003 terdapat 268 kasus
pelanggaran obat yang ditindaklanjuti kepolisian. Pelanggaran itu meliputi
peredaran obat keras di sarana tidak resmi, obat palsu, maupun obat tanpa izin
edar, pada tahun 2004 terdapat 219 kasus, pada tahun 2005 terdapat 266 kasus,
dan pada tahun 2006 terdapat 146 kasus. Produk impor yang tidak resmi juga
dapat dikelompokkan sebagai obat palsu sebab tidak memiliki izin edar yang
dikeluarkan BPOM sesuai dengan Peraturan Menkes No. 949/Menkes/SK/VI/2000
(Gelgel Wirasuta dkk.,2010). Meskipun obat palsu marak beredar, International
Pharmaceutical Manufacturers Group memperkirakan penjualan obat yang dilakukan
secara resmi tidak akan terganggu. Penjualan obat resep (ethical) pada 2011
ditargetkan mencapai US$ 2.66 miliar atau setara 23,94 triliun rupiah,
meningkat 11 % dibanding 2010 sebesar US$ 2.4 miliar atau setara dengan 21.6
triliun rupiah. Sementara pada 2011 penjualan obat bebas diperkirakan meningkat
11 % menjadi US$ 2,2 miliar atau setara 19.8 triliun rupiah dibandingkan 2010
(Saksono, 2011).
Peredaran
obat palsu di Indonesia selain merugikan industry farmasi produsen obat yang
dipalsukan, komposisi obat palsu yang beredar di masyarakat dapat sangat
membahayakan. Berdasarkan jenis obat dan jumlahnya, obat palsu dapat
dikelompokkan menjadi 6 kategori, yaitu produk tanpa bahan aktif, produk dengan
bahan aktif yang tidak tepat, produk dengan bahan aktif tidak benar, produk
dengan jumlah bahan aktif benar tetapi dengan kemasan palsu, meniru produk
asli, dan produk dengan bahan tidak layak dan kontaminan (Anonim, 2010). Oleh
karena itu, sangat penting bagi kita mengetahui cara agar terhindar dari
membeli obat palsu. Beberapa cara dapat diterapkan, yaitu sebagai berikut
(Anonim, 2010a).
1. Belilah
obat hanya di Sarana resmi seperti Apotek dan toko obat.
Alasan
utamanya harus membeli obat terutama yang menggunakan resep dokter di apotek
adalah obat-obatan di apotek berasal dari distributor obat resmi yang menyediakan
obat yang diproduksi oleh perusahaan farmasi (Pharmaceutical company). Selain
itu, apotek merupakan tempat penjualan obat yang legal karena memiliki izin
resmi dari dinas kesehatan setempat dan dibawah pengawasan apoteker sehingga
obat yang didapatkan dari apotek dijamin kualitas dan keasliannya.
2. Telitilah
sebelum membeli
Obat yang
akan dibeli hendaklah dilihat/diperhatikan secara seksama dan diteliti. Hal ini
untuk membedakan secara secara fisik apakah obat itu obat palsu atau asli.
Pertama, lihat apakah obat tersebut memiliki nomor registrasi dari BPOM atau
tidak. Contoh : DTL7217206637B1. Nomor register terdapat pada kemasan strip
atau kotak obat. Kedua, perhatikan tanggal kadaluarsanya (biasanya pada kemasan
obat tertulis ED/ekspired date).
3. Hati-hati
dengan obat harga murah
Harga obat
menjadi dasar apakah obat tersebut asli atau palsu. Jika perlu, terlebih dahulu
lakukan survey harga obat yang akan dibeli di beberapa tempat penjualan.
Apabila untuk obat yang sama, harganya di suatu tempat ternyata lebih murah
dengan perbedaan yang jauh, maka patut dicurigai bahwa obat itu adalah palsu.
Ingat, obat murah belum tentu aman dikonsumsi.
4. Apabila
ragu, Anda dapat menghubungi Unit Layanan Pengaduan Konsumen (ULPK) Badan POM
(telp. 021-4263333).
Kerugian
yang ditimbulkan akibat pemakaian obat palsu menurut Wirasuta dkk. (2010),
yaitu sebagai berikut.
- Bagi pasien yang memerlukan pengobatan jangka panjang, obat palsu dapat menyebabkan sasaran terapi tidak akan tercapai. Sebagai contoh, suatu obat (dalam data statistic)menyebutkan dapat mengurangi serangan jantung 25-30 %. Namun, karena adanya penggunaan obat palsu, rentang persen tersebut tidak tercapai.
- Pada Penggunaan antibiotic palsu dapat terjadi resistensi
- Obat palsu dapat menyebabkan alergi pada pasien
- Akibat penggunaan obat palsu yang paling fatal dapat merenggut nyawa penderita
- Obat palsu menyebabkan kerugian materi pada konsumen.
Sumber :
Yosef Wijoyo, Buku Penggolongan obat
0 komentar:
Post a Comment